BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
“Perbuatan manusia”. Bahwa keputusan adalah perbuatan akal. Tetapi yang
bekerja dengan akal-budi adalah manusia seluruhnya. Seperti : “Melihat” bukan
hanya mata saja yang melihat, melainkan manusia-dengan matanya. Bukan hanya
akal saja yang berpikir, melainkan manusia-dengan akal budinya.“Mengakui atau
memungkiri”. Sebuah keputusan menegaskan sesuatu, tegasnya menyatakan atau
menyangkal suatu hubungan antara dua pengertian.
“Sesuatu tentang sesuatu”. Dalam keputusan dipersatukan atau dipisahkan
ialah subjek dan predikat. Keputusan merupakan suatu pernyataan, yang di
dalamnya suatu predikat diakui atau dimungkiri tentang suatu subjek.
Sekarang kita pelajari luas putusan, sekarang kita perhatikan isinya. Seperti
halnya pada isi pengertian,maka disipun terdapat pertanyaan pokok yang harus
kita ajukan di antaranya: apa sebenarnya yang dimaksud? Apa inti pokok yang
hendak dikemukakan dalam putusan tersebut? Hal-hal apa yang hendak
dihubungkan-hubungkan? Apakaah putusan itu benar? Mengapa? Atau mengapa tidak?
Dapatkah dibuktikan? Bagaimana caranya? Apakah berdasarkan induksi atau
deduksi? Apakah sudah pasti? Atas dasar apa? Dapatkah dicek kebenaranya?
Caranya bagaimana? Pikirkan apa yang secara implicit terkandung di dalamnya?
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Keputusan?
2. Apa
saja Unsur-unsur Keputusan?
3. Bagaimana
Penggolongan Keputusan?
4. Bagaimana
Mengatakan Sesuatu
tentang Sesuatu?
5. Berapa Penggolongan Putusan Menurut
Luasnya?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
tentang pengertian Keputusan
2. Menjelaskan
Unsur-unsur Keputusan
3. Menguraikan
Penggolongan Keputusan
4. Menunjukan
cara Mengatakan Sesuatu tentang Sesuatu
5. Menjelaskan
Penggolongan Putusan Menurut Luasnya
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEPUTUSAN
Keputusan adalah perbuatan manusia yang di
dalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. (A Proposition is a statement in which
anything what so ever is affirmed or denied atau a statement in which man
affirms or denies something of something else). Dalam definisi diatas
mengandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan :
“Perbuatan manusia”. Bahwa keputusan adalah
perbuatan akal. Tetapi yang bekerja dengan akal-budi adalah manusia seluruhnya.
Seperti : “Melihat” bukan hanya mata saja yang melihat, melainkan
manusia-dengan matanya. Bukan hanya akal saja yang berpikir, melainkan
manusia-dengan akal budinya.“Mengakui atau memungkiri”. Sebuah keputusan
menegaskan sesuatu, tegasnya menyatakan atau menyangkal suatu hubungan antara
dua pengertian.
Contoh : kalau saya berkata : ‘Slamet itu sehat’, maka dalam pernyataan
ini ‘Slamet’ dan ‘sehat’ saya nyatakan bukanlah sebagai dua hal yang terpisah,
melainkan satu kesatuan: Slamet=sehat.
Sebaliknya, dalam keputusan negatif, misalnya: “Slamet itu tidak pandai”.
Disini dinyatakan bahwa tidak ada kesatuan. Slamet dan pandai dinyatakan tidak
sama: Slamet ≠ pandai.
“Sesuatu tentang sesuatu”. Dalam keputusan dipersatukan atau dipisahkan
ialah subjek dan predikat. Keputusan merupakan suatu pernyataan, yang di
dalamnya suatu predikat diakui atau dimungkiri tentang suatu subjek.
2.2 UNSUR-UNSUR KEPUTUSAN
Keputusan mengandung tiga unsur, yaitu :
1.Subjek: Hal yang tentangnya dikatakan (diakui atau dimungkiri)
sesuatu. (That about which something is
affirmed or denied) contoh: Dialah yang mencuri buah-buahan itu.
2.Predikat= Apa yang diakui atau disangkal tentang subjek. (That what is affirmed or denied of the
subject) contoh: Yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P).
3.Hubungan antara subjek dan
predikat = pernyataan-pernyataan atau pemisahan, jadi afirmasi atau negasi.
Unsur ketiga ini yang terpenting. Tanpa afirmasi atau negasi tidak ada putusan
(meskipun dalam bahasa Indonesia tak selalu diungkapkan dengan kata tersendiri).
Contoh: Kenikmatanlah yang dikejar orang.
Yang dikejar orang (S) ialah
kenikmatan (P).
Dari ketiga unsur itu, kata penghubunglah yang terpenting. Subjek dan
predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung merupakan
bentuk, formalnya. Kata ini memberikan corak atau warna yang harus ada dalam
suatu keputusan.
2.3 PENGGOLONGAN KEPUTUSAN
Berdasarkan sifat afirmasi dan negasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.Keputusan Kategoris ialah keputusan yang di dalamnya predikat (P)
diakui atau dipungkiri tentang subjek (S) ‘tanpa syarat’. Hal ini masih dapat
diperinci :
Keputusan kategoris tunggal, memuat hanya satu subjek (S) dan satu
predikat (P).
Keputusan kategoris majemuk, memuat lebih dari satu subjek (S) atau predikat (P). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti : dan …..dan, dimana…., disana dan sebagainya.
Keputusan kategoris majemuk, memuat lebih dari satu subjek (S) atau predikat (P). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti : dan …..dan, dimana…., disana dan sebagainya.
Ditambah dengan keterangan modalitas (pasti, mungkin, mustahil, dan
sebagainya).
Keputusan kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat, khususnya kalimat berita. Misalnya : Kapan mau berangkat ?
Keputusan kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat, khususnya kalimat berita. Misalnya : Kapan mau berangkat ?
2.Keputusan hipotetis ialah predikat (P) menerangkan subjek (S) dengan
suatu syarat, tidak secara mutlak. Ini diperinci:
Kondisional (bersyarat): jika…maka
Disyungtif : atau….atau
Konyungtif : tidak sekaligus…..dan….
2.4 MENGATAKAN SESUATU TENTANG SESUATU
Dilihat dari sudut bentuk luasnya, keputusan masih dapat dibedakan
menjadi :
Putusan Afirmatif
Dalam putusan afirmatif, S dan P dinyatakan satu. Kata penghubung
menghubungkan, mempersatukan P danS. Dirumuskan dengan istilah-istlah yang kita
sudah kita kuasai :
a.Isi predikat diterapkan pada (dikatakan tentang) Subjek.
b.Luas subjek dinyatakan masuk luas / lingkungan predikat.
Misalnya : “kucing itu binatng.” Dalam putusan ini dinyatakan bahwa
‘kucing’ dan ‘binatang’ itu merupakan satu subjek. Semua unsur dari isi
pengertian ‘binatang’ terdapat didalam kucing; karena itu ‘kucing’termasuk
lingkungan ‘bintang’ hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
S
kucing
lingkaran yang “memuat” semua kucing dinyatakan termasuk lingkaran binatang. Lingkaran yang memuat semua binatang lebih besar dari pada lingkaran kucing masih banyak binatang lainnya.
kucing
lingkaran yang “memuat” semua kucing dinyatakan termasuk lingkaran binatang. Lingkaran yang memuat semua binatang lebih besar dari pada lingkaran kucing masih banyak binatang lainnya.
Putusan Negatif
Dalam putusan negative justru dinyatakan tidak ada kesatuan antara S dan
P. S dan P dipisah-pisahkan, dikatakan tidak sama. mungkin S dan P itu dalam
banyak hal kesamaan tetapi paling sedikit terdapat satu hal yang dinyatakan
tidak sama misalnya kucing dan anjing meskipun banyak kesamaan namun harus
dikatakan “kucing itu bukan anjing” atau ada kucing yang termasuk lingkungan
anjing dan sebaliknya. Jika digambarkan: S = P
2.5 PENGGOLONGAN PUTUSAN MENURUT LUASNYA
Dalam sebuah isi predikat diterapkan pada subjek, dan luas subjek
dimasukkan kedalam lingkungan predikat maka penting sekali kita memperhatikan
apakah dikatakan tentang seluruh subjek, atau hanya sebagian saja, misalnya
“orang desa itu kolot” apakah ini ditunjukkan pada semua orang desa? Atau
tentang sebagian saja ? apakah semua orang dari semua orang desa itu kolot?
Untuk menentukan benar atau salahnya ucapan seperti itu, perlu ditegaskan
dahulu!
Pembagian term dalam universal, partikuler, dan singular. Hal ini
sekarang kita terapkan pada putusan. Luas putusan ditentukan oleh luas
subjeknya. Maka putusan dibedakan :
Singular = putusan yang subjeknyasinguler : jadi, jika predikat diakui
atu di pungkiri hanya tentang satu hal yang ditunjukkan dengan jelas. Misalnya
“beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Partikuler = putusan yang subjeknya partikuler: jadi, jika predikat
diakui atau dipugnkiri tentang sebagian dari seluruh luas subyeknya. Misalnya :
“beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Universal = putusan yang subyenya universal ; jadi, jika presikatnya
diakui atau dipungkiri tentang seluruh luas subjeknya. Misalnya : “manusia itu
makhluk berbidi”.
Ucupan-ucapan seperti orang bali pandai menari atau orang jerman suka
menyayi disebut putusan-putusan umum. Dalam putusan ini dikatakan sesuatu yang
pada umumnya benar, tetapi selalu mungkn ada perkecualiannaya. Putusan-putusan
ini tidak salah (=tidak benar) kalau ada beberapa orang bali yang ternyata yang
tidak pandai manari. Putusan-putusan umum ini termasuk putusan partikuler
Keputusan A-E-I-O
Menurut bentuk kata penghubungnya, putusan dibagi ke dalam putusan afirmatif dan negative.
Afirmatif = positif, meng-ia-kan,mengakui: S = P
Afirmatif = positif, meng-ia-kan,mengakui: S = P
Negatif = memungkiri,. Memisahkan, meniadakan : S # P
Menurut luasnya putusan dibagi menjadi : universal, partikuler,
singular.
Jika kedua ini dikombinasikan, maka kita peroleh pambagian putusan yang
dalam logika sangat terkenal, yang disebut putusan A-E-I-O.
Keputusan :
A = afirmatif dan universal
E = negative dan universal
I = afirmatif dan partikuler atau singular
O = negative dan partikuler atau singular
Contoh-contoh :
A.
Semua
Mahasiswa lulus. Manusia adalah makhluk sosial. Besi itu logam
E. Seorang pun tiada yang dapat
menerangkan hal ini. Yang sudah lulus, tidak perlu menempuh ujian lagi.
I.
Ada
serangga yang berbahaya. Banyak orang desa yang dewasa ini terpaksa menganggur.
orang bali pandai menari
O. Ada kucing yang tak makan
tikus. Sementara orang tidak suka lagu pop. Banyak orang tidak cukup sadar akan
tanggung jawab sosial mereka.
Penggolongan putusan menurut isinya
Sekarang kita pelajari luas putusan, sekarang kita perhatikan isinya. Seperti
halnya pada isi pengertian,maka disipun terdapat pertanyaan pokok yang harus
kita ajukan di antaranya: apa sebenarnya yang dimaksud? Apa inti pokok yang
hendak dikemukakan dalam putusan tersebut? Hal-hal apa yang hendak
dihubungkan-hubungkan? Apakaah putusan itu benar? Mengapa? Atau mengapa tidak?
Dapatkah dibuktikan? Bagaimana caranya? Apakah berdasarkan induksi atau
deduksi? Apakah sudah pasti? Atas dasar apa? Dapatkah dicek kebenaranya?
Caranya bagaimana? Pikirkan apa yang secara implicit terkandung di dalamnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak
selalu mudah dijawab. Bahkan ada kemungkinan tidak dapat dijawab! Namun harus
tetap diajukan. Ini langkah mutlak untuk belajar berpikir dengan kritis dan
logis. Sebagai bantuan untuk mempertajam daya pikiran, serta sebagai langkah
pertama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, disini
dikemukakan beberapa jenis putusan yang dibeda-bedakan dengan memperhatikan isi
putusan.
Kita mulai dari beberapa contoh:
Selamet itu sehat. Nilai uang rupiah sekarang sudah mulai stabil lagi.
Meja ini tidak bundar.
Dalam putusan-putusan ini selslu ada dua hal yang di parsatukan.
Slamet=sehat. Nilai rupiah=stabil lagi. Meja#bundar.
Sebetulnya, yang kita lihat dan kita alami itu bukan dua hal,
melainkan satu hal, yaitu slamet yang sehat itu. Nilai rupiah yang stabil lagi
itu. Meja yang tidak bundar itu. Akan tetapi, cara kita berpikir adalah
demikian: kita melihat keseluruhan dahulu-kemudian kita analisis, kita tangkap
seakan-akan langkah demi langkah, aspek demi aspek, dengan cara demikian,
kemudian kita banding-bandingkan, lalu menyelesaikan lagi, yaitu mempersatukan
dalam putusan: ini adalah begini atau begitu.
Misalnya kita melihat Slamet. Sekarang ia dalam keadaan
sehat-walafiat, tetapi dulu tidak: tahun lalu ia sakit. Tetapi sekarang ia
sehat. Jadi, Slamet itu tidak mesti selalu sehat; ia bisa juga tidak sehat.
Jadi, tak ada hubungan mutlak antara slamet dan sehat, maka kita akui hal ini
dengan mangatakan: “Slamet=sehat”
Nilai uang sekarang sudah mulai stabil lagi. Secara implicit dikatakan
bahwa nilai rupiah dulu tak stabil. Nilai uang itu tidak mesti stabil, tetapi
mungkin juga stabil. Kalau nilai uang sekarang dapat disebut”stabil”, hal itu
berdasarkan keadaan, fakta, atau pengalaman.
Meja ini tidak bundar. Jika kedua pengertian itu kita bandingkan,
ternyata tidak ada hubungan mutlak. Menurut isi pengertian, “meja” dan “bundar”
itu memang berlainan. Tetapi dapat di persatukan , karena tidak saling
meniadakan. Maka jika dalam kenyataan terdapat serempak (ada meja yang memang
bundar), akal kita membenarkan kesatuan dengan mengakui “meja ini bundar”.
Tetapi jika dalam kenyataan keduanya tidak terdapat serempak, maka akal harus
mengakui itu dan memutuskan bahwa “meja itu tidak bundar”.
Lain halnya, misalnya, dengan pengertian bundar dan persegi. Bila kita
analisis arti pengertian bundar dan persegi, kita lihat bahwa kedua pengertian
tidak mungkin dipersatukan, karena saling meniadakan. Maka dalam kenyataan juga
keduanya tidak akan terdapat serempak. Kita lau mengakui ketidaksamaan itu
dalam putusan “yang bundar itu tidak persegi” (bundar#persegi)
Ini semua dapat kita simpulkan dalam perincian putusan sebagai
berikut:
PUTUSAN-ANALITIS-SINTESIS-FAKTA-PENDAPAT-OBJEKTIF-SUBJEKTIF
Putusan Analitis dan Putusan Sintesis
a)Putusan analitis adalah putusn yang di dalamnya predikat
dipersatukan dengan subjek atas dasar analisis subjek (deduksi). Predikan
menyebutkan secara eksplisit apa yang secara implicit sudah terkandung di dalam
subjek itu.
~ Closed system statements- yang kebenarannya tidak perlu diperdebatkan
atau dicocokan dengan fakta, karena kita tentukan sendiri.
~ Agreetment statements- yang benar karena sudah disetujui bersama.
Semacam definisi atau perjanjian. Misalnya: satu meter=100cm; dalil-dalil ilmu
pasti.
~ Apriori statements- yang sebelumnya sudah kita pastikan.
Contoh: manusia itu mutlak berbudi. Satu km itu 1000 meter. Yang persegi
itu tidak bundar.
b) Putusan sentesis adalah
putusan yang di dalamnya predikat dipersatukan (disintesiskan) dengan subjek
atas dasar pengalaman (empiris)-induksi-penyelidikan-fakta-observasi. Putusan
ini juga disebut:
~ Putusan empiris (empiri=pengalaman) atau discovery statements- yang kebenaranya kita temukan atas dasar
induksi dan pengalaman.
~ Open’system statements- yang
mengenai dunia konkret yang kita alami setiap hari.
~ A posteriori statements-
yang kebenarannya tidak dapat dipastikan sebelumnya, melaikan sesudahnya atas dasar pengalaman.
Contoh: Slamet itu sehat. Meja itu tidak bundar.
Kebanyakan putusan bersifat sintesis/empiris, yang benar atau salahnya
dapat dicek dengan mencocokannya dengan fakta-fakta, pengalaman, atau
kenyataan. Untuk pemikiran yang tepat, perbedaan antara kedua macam putusan ini
perlu kita sadari. Tegasnya perlu dicek apakah suatu ucapan memang hendak
mengatakan sesuatu tentang dunia konkret- atau hanya suatu definisi yang
kebenarannya tidak perlu dipersoaslkan lagi. Caranya ialah dengan
memperhatikan:
~ Putusan empiris dapat dicek dengan mencocokannya dengan kenyaataan
atau fakta-fakta.
~ Putusan analitis hanya dapat dicek dengan menyelidiki aturan yang
telah disetujui, atau isi pengertian S.
Dalam masyarakat seringkali kita mendengar ucapan-ucapan yang
kelihatannya merupakan putusan-putusan empiris, tetapi kalau diselidiki lebih
teliti ternyatan merupakan putusan-putusan analisis.
Contoh:
Menteri Anu mengatakan. “Semua orang
berpandangan luas yang telah kami hubungi menyetujui usul kami.”
Ucapan ini nampaknya suatu putusan empiris yang kebenarannya dapat
dicek dengan menanyakan kepada kepada orang-orang bersangkutan. Akan tetapi,
kalau kita menanyakan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “berpandangan
luas” dan siapa-siapa yang di dalamnya,
maka sangat mungkin bahwa menurut Menteri Anu salah satu syarat untuk disebut
‘berpandang luas” ialah “menyetujui usulnya itu” sehingga mereka yang tidak
menyetujui usulnya itu, menurut Menteri Anu, tidak termasuk orang yang “berpandangan
luas”.
Jika demikian halnya, maka ucapan Menteri Anu itu putusan analitis,
yang kebenaranya sudah di tentukan sendiri sebelumnya,
yaitu: “berpandangan luas=menyetujui”, dan “tidak menyetujui=tidak berpandangan
luas”. Dan ucapan tentu “benar”, tidak dapat dibantah dengan menghubungi
orang-orang yang tidak meyetujui usul menteri, sebab yang tudak menyetujui
usulnya itu pasti disebut ‘tidak berpandangan luas.”
Contoh lain:
~ “Setiap orang yang mempunyai pikiran sehat
akan menentang usaha baru itu.”
~ “Orang yang cinta tanah air dan pandai
berpikir, tidak mungki menolak Repelita.”
~ “Treason do never prosper. What’s the
reason? For if it prosper none dare call it treason.”
Ucapan-ucapan semacam ini sebenarnya hanya menyatakan semacam definisi
yang dibuat oleh si pembicara sendiri (yang menentang=yang mempunyai pikiran
sehat). Tetapi ini dikemukakan dalam bentuk suatu putusan yang kelihatannya
empiris, sehingga lebih mengesankan, dan sukar dibantah.
Putusan-putusan semacam ini tidak memberitahukan sesuatu tentang dunia
pengalaman nyata, melaikan hanya tentang pandangan pembicara.
Pernyataan tentang ‘fakta’ dan tentang ‘pendapat’
Putusan- putusan
tentang dunia pengalaman kongkret (empiris) masih dapat kita perinci lebih
lanjut. Untuk mengerti persoalan ini, kita bandingkan putusan kedua berikut:
a) Amir memakai kaca mata.
a) Amir memakai kaca mata.
b) Amir itu sungguh tampan.
Ucapan yang pertama adalah suatu pernyataan tentang fakta
yang secara objektif dapat di selidiki
dan di cek kebenarannya. Ucapan kedua dapat di katakana suatu pernyataan
tentang pendapat atau perasaan yang bersifat subjektif, yang sukar di buktikan
secara objektif. Jika orang lain tidak menyetujui pendapat itu, ia
paling-paling dapat mengemukakan pendapatnya sendiri yang berbeda. Karena itu
akan lebih tepat kalau dikatakan ‘menurut pendapat kami ….’,menurut saya
….’Jadi kita bedakan:
A.
Pernyataan
tentang fakta (statement of facts) – ialah putusan
yang mengatakan sesuatu tentang dunia
nyata, dan yang benar benar salah nya dapat dicek dengan mencocokan dengan fakta.
B.
Pernyataan
tentang pendapat (statement of opinion) – ialah putusan
yang memberikan keterangan tentang pendapat, perasaan, atau interpretasi seseorang,
dan yang kebenarannya tidak ‘dijatuhkan’ apabila ada orang lain yang mengajukan
pendapat lain.
Dalam prakteknya seringkali sukar sekali untuk membedakan statement of facts dari statement of opinion, karena pernyataan tentang fakta kerapkali disertai dengan ucapan ‘saya rasa’ dan ‘saya kira’, sedangkan pernyataan pendapat subjektif dan kerapkali dikemukakan penuh keyakinan, seakan-akan pernyataan yang subjektif-objektifnya.
Untuk menyelidiki sebuah putusan, sebaiknya selalu kita tanyakan:
Apakah kebenaran ucapan itu tidak dicek? Bagaimana caranya? Dapatkali dibantah? Dengan cara bagaimana?
Contoh:
“Menurut saya buah ini lebih dari dua kilo beratnya.”
“Menurut saya buah ini lebih dari dua kilo beratnya.”
Benar atau salahnya
ucapan ini dapat kita cek secara objektif dengan menimbangnya.
Kalau ternyata bahwa kurang dari dua kilo beratnya, ucapan itu adalah salah.
“Menurut saya, buah ini enak sekali rasanya.” Bagaimana caranya mengecek kebenaran ucapan ini? Apakah mesti kita cicipi sendiri? Kalau menurut pendapat saya buah ini sama sekali tidak enak, hal itu belum membuktikan bahwa pendapat orang lain itu pasti salah!
Kalau ternyata bahwa kurang dari dua kilo beratnya, ucapan itu adalah salah.
“Menurut saya, buah ini enak sekali rasanya.” Bagaimana caranya mengecek kebenaran ucapan ini? Apakah mesti kita cicipi sendiri? Kalau menurut pendapat saya buah ini sama sekali tidak enak, hal itu belum membuktikan bahwa pendapat orang lain itu pasti salah!
Di sini yang dapat kita selidiki ialah ‘maksud
pembicara’. Kalau maksudnya hanya menyatakan bahwa dia sendiri yang suka akan
buah tersebut, maka tidak dapat dibantah. Tetapi kalau maksudnya mengatakan semua
orang lain juga harus menyukai buah tersebut, maka ucapannya dapat dibantah. Pendapat Subjektif – Objektif
Hal ini membawa kita pada perincian lebih lanjut lagi.
Ucapan seseorang dapat menyatakan:
a) Pendapat
yang bersifat subjektif belaka – dalam hal ini tidak dapat dicek atau
dibuktikan, hanya berdasarkan ‘rasa’ saja.
b) Pendapat
yang berdasarkan pertimbangan, penilaian,
atau pandangan yang sedapat – dapatnya objektif – dalam hal ini ucapan
tidak bersifat subjektif belaka, tetapi kebenaranya dapat di buktikan atau
dicek atas dasar fakta – fakta (value judgement).
Contoh:
Pak guru memeriksa karangan murid – muridnya dan menilainya:
“Karangan si A itu lebih bagus dari karangan si B.”
Pak guru memeriksa karangan murid – muridnya dan menilainya:
“Karangan si A itu lebih bagus dari karangan si B.”
Penilaianya
ini tidak di dasarkan atas perasaan subjektif belaka, tetapi juga atas
pertimbagan objektif, yaitu berdasarkan norma – norma yang menjadi pegangannya.
Putusan – putusan ‘umum’
Putusan – putusan ‘umum’
Putusan
– putusan seperti ‘ibu mencntai anaknya’ atau ’orang jerman suka menyanyi’ adalah putusan yang ‘pada umumnya’ memang
benar, tetapi mungkin ada pengecualian juga. Putusan-putusan umum seperti ini
termasuk putusan particular.
Hal
ini perlu kita perhatikan! Sebab, kerapkali ditemukan perumusan yang ‘umum’ A =
B yang sebenarnya berarti ‘ beberapa A = B’, tetapi di kemukakan seakan-akan
‘semua A = B’, Jika ini tidak disadari, maka pasti kita tarik kesimpulan yang
salah.
Contoh:
Ada orang mengatakan ‘anak kota lebih pandai daripada anak desa’. Sebaiknya ada orang mengatakan ‘anak desa lebih pandai daripada anak kota’. Kedua belah pihak dapat bercekcok terus tanpa mencapai penyelesaiannya, karena masing-masing pihak hanya mengajukan conoh yang cocok dengan pendapatnya sendiri. Jika putusan ini kita rumuskan sebagai berikut:
Ada orang mengatakan ‘anak kota lebih pandai daripada anak desa’. Sebaiknya ada orang mengatakan ‘anak desa lebih pandai daripada anak kota’. Kedua belah pihak dapat bercekcok terus tanpa mencapai penyelesaiannya, karena masing-masing pihak hanya mengajukan conoh yang cocok dengan pendapatnya sendiri. Jika putusan ini kita rumuskan sebagai berikut:
“semua anak kota lebih pandai daripada
anak desa,” maka jelas bahwa perumusan ini sukar di pertahankan atau
dibuktikan. Atau jika dikatakan “rata-rata
anak kota lebih pandai daripada anak desa’, inipun sukar dibuktikan. Untuk
menentukan benar atau salahnya ucapan ini di perlukan penyelidikan ilmiah
(statistik).
Dewasa
ini ilmu-ilmu pengetahuan tertarik pada penyelidikan –penyelidikan semacam ini
(ilmu jawa, ekonomi, sosiologi dan sebagainya). Pengalaman membuktikan bahwa
orang itu berbeda-beda, sehingga sukar untuk mengatakan bahwa’semua A itu B’. Maka perumusan yang di
pakai ialah: ‘Ada kecenderungan pada
A untuk bersitat B’, atau ‘A cenderung
menjadi B’. Hal ini berarti: belum tentu bahwa semua, selalu, atau setiap
A = B, dan belum tentu juga bahwa yang bukan A itu bukan B.
A = B, dan belum tentu juga bahwa yang bukan A itu bukan B.
jadi,
putusan-putusan umum dapat di rumuskan sebagai suatu kecenderungan yang
berarti: Beberapa A = B (particular).
Akan tetapi, benar-tidaknya ucapan-ucapan itu,atau tidaknya kecenderungan itu
masih harus dibuktikan (dengan
bantuan statistik). Ini menyangkut pula soal penggolongan: siapa yang termasuk
‘anak desa’, siapa ‘anak kota’, apa ukurannya untuk ’kepandaian’, dan
sebagainya. apabila terbukti bahwa, misalnya,70% dari orang-orang yang
diselidiki itu menunjukan sifat tertentu, dapat di tarik kesimpulan bahwa “A
cenderung bersifat B”. Sekarang coba sendiri menganalisis ucapan ini: ‘orang
kurus lekas marah’, dan ‘orang gemuk itu bersifat ramah-tamah’.