Featured Post Today
print this page
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan

Makalah - SISTEM NILAI KOMUNIKASI & BAHSA SEBAGAI PETA BUDAYA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Banyak ahli dan peneliti sepakat bahwa bahasa dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebelumnya, pakar-pakar linguistik juga sudah sepakat antara bahasa dan budaya memiliki kajian erat. Kajian yang sangat terkenal dalam hal ini adalah teori Sapir-Whorf. Kedua ahli ini menyatakan, “Jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya” (Chaer, 2003:61). Noam Chomsky juga sepakat bahwa kajian bahasa memiliki erat kaitan dengan budaya. Demikian halnya dengan Eric Lenneberg yang memiliki kesamaan pandangan dengan teori kebahasaan yang dikemukakan oleh Chomsky dan Piaget (Chaer, 2003:52-58).
Bahasa merupakan suatu interpretasi dari diri seseorang. Dalam kehidupannya setiap manusia menggunakan bahasa untuk proses komunikasi. Secara harfiah bahasa merupakan suatu bentuk ungkapan komunikasi dalam setiap pertuturan. Proses komunikasi akan lancar apabila dalam proses itu menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteks dari siapa yang berbicara, lawan bicara dan konteks keadaan percakapan. Proses komunikasi dilakukan setiap orang untuk menghasilkan tujuan dari topik yang dibicarakan. Suatu proses komunikasi akan berlangsung dengan lancar apabila dalam situasi itu komponen komunikasi memiliki bahasa-bahasa yang dianggap menjadi pendekat satu sama lain.

1.2.            Rumusan Masalah
1.  Apa Penjelasan dari Bahasa dan Budaya?
2.  Maksud dari Kesalahpahaman Berbahasa?
3.  Apa Perbedaan Bahasa Binatang dan Bahasa Manusia?

1.3.      Tujuan
1. Menjelaskan Definisi Kepercayaan dan Nilai
2.  Menjelaskan Bahasa Binatang dan Bahasa Manusia
3.  Mengetahui Pengertian Permainan Berbahasa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.             Agama sebagai Pandangan Dunia

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Agama memiliki dimensi spiritual dan sosial.  Manusia menurut filosofi agama adalah makhluk yang memilikiunsur ruh dan jasmani. Kedua unsur bukan sesuatu yang dapat dipisahkan, dualitas apalagi didikotomikan. Keseimbangan dalam agama berangkat dari gerak ruhani ketiga potensi tersebut (akal, emosi, syahwat). Perubahan dalam diri tersebut mempengaruhi perubahan yang terjadi diluar diri kita. Setelah meninjau aspek keseimbangan, maka paling tidak dalam kehidupan kolektif akan berbenturan dengan kepentingan sebagai sesuatu yang melekat pada perjalanan manusia. Kepentingan yang tidak mungkin bisa dilepaskan adalah kepentingan sosial; tanggungjawab dan kerjasama. Masalah sosial akan terkena hukum materi sebagai konsekuensi kehidupan manusia yang menyejarah.

Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.

2.2.            Kepercayaan dan Nilai

Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai. Jika nilai diterapkan dalam proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai pendidikan yang mana nilai dijadikan sebagai tolak ukur dari keberhasilan yang akan dicapai dalam hal ini kita sebut dengan pendidikan nilai.
Sehingga nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang kita pilih secara bebas. Yang dalam hal ini adalah pengaktualisasian nilai-nilai Islam dalam tradisi budaya Jawa yang nantinya disajikan beberapa nilai-nilai yang akan diterapkan dan dilaksanakan secara langsung dalam kehidupan masyarakat Islam Jawa. Sehingga dari situlah realisasi dari pada nilai itu terlaksana dengan baik. Jadi nilai-nilai Islam pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.

Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercay Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :

1. Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Kepercayaan kepada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya kepada diri sendiri pada hakekatnya adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kepercayaan Kepada Orang Lain
Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya kepada terhadap kata hatinya, atau terhadap kebenarannya. Karena ada ucapan yang berbunyi ” orang dipercaya karena ucapannya”.

3. Kepercayaan Kepada Pemerintah
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, dan milik rakyat. Rakyat adalah negara dan rakyat itu menjelma pada negara. Seseorang mempunyai arti hanya dalam masyarakat, dan negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, sehingga kedaulatan mutlak pada negara. Satu-satunya yang mempunyai hak adalah negara. Manusia perseorangan tidak mempunyai hak, tetapi hanya kewajiban. Karena itu jelaslah bagi kita, baik teori maupun pandangan teokratis atau demokratis negara pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Sehingga wajar jika manusia sebagai warga negara percaya kepada negara dan pemerintah.

4. Kepercayaan Kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan itu amat penting karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran adanya Tuhan. Oleh karena itu, jika manusia ingin memohon pertolongan kepadaNya, maka manusia harus percaya kepada Tuhan.

2.3.            Individualitas dan kolektivitas Budaya

Individualitas dan kolektivitas merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan adanya sikap yang memandang kepentingan pribadi dan keluarga sebagai kepentingan utama ataukah sebagai kepentingan bersama di dalam suatu kelompok. Dimensi ini juga dapat terjadi di masyarakat, dan organisasi. Dalam organisasi yang masyarakatnya mempunyai dimensi Collectivism memerlukan ketergantungan emosional yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki dimensi Individualism (Hofstede: 1980 217). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat individualisme diantaranya adalah: tingkat pendidikan, sejarah organisasi, besarnya organisasi, tehnologi yang digunakan dalam organisasi, dan subkultur yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan.
Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan (Hofstede 1980: 15), yaitu:
1)      tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia,
2)      tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa, tidak seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dan dapat dipelajari.
3)      tingkat individual, yaitu program mental yang unik yang dimiliki oleh hanya seorang, dua orang tidak akan memiliki program mental yang persis sama. Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada diri manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain.

2.4.            Bahasa Binatang dan Bahasa Manusia
Manusia ketika diturunkan ke bumi adalah untuk menjadi khalifah, itu artinya ketika manusia itu diturunkan ke bumi oleh Allah mereka membawa sesuatu alat yang ada pada dirinya. Katakanlah dia itu adalah akal. Alat yang mampu membuat manusia berpikir dan bertahan hidup dibumi. Dari akal tersebut seorang manusia mampu memelihara kehidupan dengan sistematika yang teratur sehingga menciptakan kebudayaan dan peradaban yang berkelanjutan.

Yang dilakukan hewan itu adalah berdasarkan naluri/instinct bawaannya ketika lahir. Sidi Gazalba mendefinisikan naluri/instinct tersebut dengan suatu kemauan tak sadar dalam diri manusia, hewan dan tumbuhan yang dibawa lahir. Sebagai contoh kecil mari kita cermati seekor kerbau afrika yang baru pertama kali lahir sudah mampu untuk berdiri tanpa harus diajarkan oleh ibunya dan tanpa melalui proses berpikir yang panjang.

Manusia mempunyai perasaan rohania, oleh karenanya ia mampu ketawa, menangis, bersedih dan bahagia. Proses yang demikian itu tidak dapat ditemui dalam dunia hewan. Dan yang lebih penting adalah manusia itu mampu berpikir. Salah satu kemampuan manusia dalam hal berpikir adalah mereka mempunyai bahasa yang tidak dipunyai oleh hewan. Kalau manusia mampu berbagi perasaan sedih, bahagia, dan galau dengan manusia lewat bahasa maka hewan tidak bisa melakukan hal seperti itu. Manusia mampu berkomunikasi dengan baik satu sama lain melalui bahasa yang dipakainya.

Sementara hewan hanya mampu berkomunikasi lewat tanda suara yang ia keluarkan, lihatlah serigala ketika mendapati mangsanya serigala menyuarakan baungan dan untuk waktu yang tidak lama sekawanan serigala muncul berkumpul mengepung mangsa (tanpa berkomunkasi lagi karena selanjutnya adalah insting/naluri).
2.5.            Permainan Bahasa
Permainan bahasa atau language game yang dikembangkan oleh Ludwig Wittgenstein, seorang filsuf dari Austria adalah sistem memanipulasi kata-kata yang diucapkan oleh suatu komunitas tertentu yang biasanya digunakan untuk mencoba menyembunyikan percakapan mereka dari orang lain. Bahasa permainan ini bukanlah sebuah permainan pola kata yang kita pelajari di bangku sekolah dulu, tentang bagaimana menyusun beberapa suku kata acak menjadi satu kalimat yang utuh atau melengkapi paragraf dengan pilihan kata yang tersedia. Bahasa permainan yang dimaksud disini adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa sehingga berbeda dari bentuk aslinya dan menjadi sesuatu yang terdengar asing dari pemahaman pada umumnya.

Hampir semua negara di dunia memiliki bahasa permainan. Tiap daerah sudah pasti memiliki language game masing masing. Di Makassar misalnya , kita pasti sudah sangat akrab dengan bahasa G, seperti pada kata apa menjadi agapaga, kenapa menjadi kegenagapaga atau bahasa P, seperti kata mau menjadi mapaupu dan tidak menjadi tipidapak. Bahasa ini kerap kali digunakan oleh kaum perempuan untuk bergosip, membicarakan ketidaksenangan terhadap sesuatu dengan menggunakan bahasa yang tidak familiar untuk menghindari ketersinggungan.

2.6.            Kesalahpahaman Berbahasa

Tak siapapun menyangkal  peran penting bahasa dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia dapat saling berkomunikasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta kebudayaan dalam rangka membangun peradaban yang lebih baik. Bahasa menyimpan seluruh warisan peradaban manusia. Pencarian makna sejarah suatu bangsa, misalnya, dilalui lewat bahasa, sebab ke dalam bahasalah bangsa tersebut menitipkan seluruh pesan, harapan, cita-cita dan pengalaman hidup mereka  bagi generasi berikutnya.
Lebih dari sekadar pernyataan biasa, ungkapan Wittgenstein menyiratkan makna bahwa kemampuan berbahasa seseorang sangat menentukan sejauh mana dia mampu menembus batas-batas dunianya sendiri. Adalah  bahasa  yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Sebab, hanya manusia yang dapat memproduksi sistem bunyi (sound system) yang demikian kompleks. bahasa sering disepelekan banyak orang.  Buktinya, banyak warga masyarakat kita membuat kesalahan-kesalahan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi andaikan saja sadar bahwa bahasa menggambarkan citra sosial, emosional, psikologis bahkan  dan intelektual penggunanya.
Misalnya, betapa salah ucap kata-kata yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang begitu jelas terjadi bukan hanya di kalangan kelas bawah, tetapi juga elit. Misalnya, publik diucapkan pablikpasca dibaca paska, musyawarah dilafalkan musyawaroh, Arab diucapkan Arob, klien diucapkan klain, sukses dibaca sakses, produk dibaca prodak, faks dibaca feks, psikologi diucapkan saikoloji, dapat dibaca dapet, semakin dilafalkan semangkin dan masih banyak lagi yang lain. Salah ucap istilah asing yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia malah lebih banyak lagi. Inilah cermin konkret perilaku berbahasa masyarakat kita
   

BAB III
PENUTUP

3.1.            Kesimpulan
Tanpa adanya aturan sebuah permainan dan komunikasi, bahasa akan menciptakan  kekacauan yang urutannya bangunan ilmu pengetahuan dan tertib sosial juga akan ikut kacau. Berbahasa yang benar memang bukan sekadar menata kata menjadi kalimat dan kalimat menjadi paragraf sesuai aturan gramatika, melainkan pula harus menyiratkan makna dengan penuh kejujuran.
3.2.            Saran

Gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar.





DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Sumber Internet:
triicecsfabregas.blogspot.com/2012/01/manusia-dan-harapan.htmlaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran.

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2281815-definisi-nilai/#ixzz2Ok7UHGCT
0 komentar

Makalah Mantik- Putusan dan Kalimat





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang

“Perbuatan manusia”. Bahwa keputusan adalah perbuatan akal. Tetapi yang bekerja dengan akal-budi adalah manusia seluruhnya. Seperti : “Melihat” bukan hanya mata saja yang melihat, melainkan manusia-dengan matanya. Bukan hanya akal saja yang berpikir, melainkan manusia-dengan akal budinya.“Mengakui atau memungkiri”. Sebuah keputusan menegaskan sesuatu, tegasnya menyatakan atau menyangkal suatu hubungan antara dua pengertian.

“Sesuatu tentang sesuatu”. Dalam keputusan dipersatukan atau dipisahkan ialah subjek dan predikat. Keputusan merupakan suatu pernyataan, yang di dalamnya suatu predikat diakui atau dimungkiri tentang suatu subjek.

Sekarang kita pelajari luas putusan, sekarang kita perhatikan isinya. Seperti halnya pada isi pengertian,maka disipun terdapat pertanyaan pokok yang harus kita ajukan di antaranya: apa sebenarnya yang dimaksud? Apa inti pokok yang hendak dikemukakan dalam putusan tersebut? Hal-hal apa yang hendak dihubungkan-hubungkan? Apakaah putusan itu benar? Mengapa? Atau mengapa tidak? Dapatkah dibuktikan? Bagaimana caranya? Apakah berdasarkan induksi atau deduksi? Apakah sudah pasti? Atas dasar apa? Dapatkah dicek kebenaranya? Caranya bagaimana? Pikirkan apa yang secara implicit terkandung di dalamnya?














1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Keputusan?
2.      Apa saja Unsur-unsur Keputusan?
3.      Bagaimana Penggolongan Keputusan?
4.      Bagaimana Mengatakan Sesuatu tentang Sesuatu?
5.      Berapa Penggolongan Putusan Menurut Luasnya?

1.3  Tujuan

1.      Menjelaskan tentang pengertian Keputusan
2.      Menjelaskan Unsur-unsur Keputusan
3.      Menguraikan Penggolongan Keputusan
4.      Menunjukan cara Mengatakan Sesuatu tentang Sesuatu
5.      Menjelaskan Penggolongan Putusan Menurut Luasnya














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEPUTUSAN
Keputusan adalah perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. (A Proposition is a statement in which anything what so ever is affirmed or denied atau a statement in which man affirms or denies something of something else). Dalam definisi diatas mengandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan :
“Perbuatan manusia”. Bahwa keputusan adalah perbuatan akal. Tetapi yang bekerja dengan akal-budi adalah manusia seluruhnya. Seperti : “Melihat” bukan hanya mata saja yang melihat, melainkan manusia-dengan matanya. Bukan hanya akal saja yang berpikir, melainkan manusia-dengan akal budinya.“Mengakui atau memungkiri”. Sebuah keputusan menegaskan sesuatu, tegasnya menyatakan atau menyangkal suatu hubungan antara dua pengertian.
Contoh : kalau saya berkata : ‘Slamet itu sehat’, maka dalam pernyataan ini ‘Slamet’ dan ‘sehat’ saya nyatakan bukanlah sebagai dua hal yang terpisah, melainkan satu kesatuan: Slamet=sehat.
Sebaliknya, dalam keputusan negatif, misalnya: “Slamet itu tidak pandai”. Disini dinyatakan bahwa tidak ada kesatuan. Slamet dan pandai dinyatakan tidak sama: Slamet ≠ pandai.
“Sesuatu tentang sesuatu”. Dalam keputusan dipersatukan atau dipisahkan ialah subjek dan predikat. Keputusan merupakan suatu pernyataan, yang di dalamnya suatu predikat diakui atau dimungkiri tentang suatu subjek.

 2.2 UNSUR-UNSUR KEPUTUSAN
Keputusan mengandung tiga unsur, yaitu :
1.Subjek: Hal yang tentangnya dikatakan (diakui atau dimungkiri) sesuatu. (That about which something is affirmed or denied) contoh: Dialah yang mencuri buah-buahan itu.
2.Predikat= Apa yang diakui atau disangkal tentang subjek. (That what is affirmed or denied of the subject) contoh: Yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P).
3.Hubungan antara subjek dan predikat = pernyataan-pernyataan atau pemisahan, jadi afirmasi atau negasi. Unsur ketiga ini yang terpenting. Tanpa afirmasi atau negasi tidak ada putusan (meskipun dalam bahasa Indonesia tak selalu diungkapkan dengan kata tersendiri). Contoh: Kenikmatanlah yang dikejar orang.
 Yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P).
Dari ketiga unsur itu, kata penghubunglah yang terpenting. Subjek dan predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung merupakan bentuk, formalnya. Kata ini memberikan corak atau warna yang harus ada dalam suatu keputusan.

2.3 PENGGOLONGAN KEPUTUSAN
Berdasarkan sifat afirmasi dan negasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.Keputusan Kategoris ialah keputusan yang di dalamnya predikat (P) diakui atau dipungkiri tentang subjek (S) ‘tanpa syarat’. Hal ini masih dapat diperinci :
Keputusan kategoris tunggal, memuat hanya satu subjek (S) dan satu predikat (P).
Keputusan kategoris majemuk, memuat lebih dari satu subjek (S) atau predikat (P). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti : dan …..dan, dimana…., disana dan sebagainya.
Ditambah dengan keterangan modalitas (pasti, mungkin, mustahil, dan sebagainya).
Keputusan kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat, khususnya kalimat berita. Misalnya : Kapan mau berangkat ?

2.Keputusan hipotetis ialah predikat (P) menerangkan subjek (S) dengan suatu syarat, tidak secara mutlak. Ini diperinci:
Kondisional (bersyarat): jika…maka
Disyungtif : atau….atau
Konyungtif : tidak sekaligus…..dan….

2.4 MENGATAKAN SESUATU TENTANG SESUATU
Dilihat dari sudut bentuk luasnya, keputusan masih dapat dibedakan menjadi :
Putusan Afirmatif
Dalam putusan afirmatif, S dan P dinyatakan satu. Kata penghubung menghubungkan, mempersatukan P danS. Dirumuskan dengan istilah-istlah yang kita sudah kita kuasai :
a.Isi predikat diterapkan pada (dikatakan tentang) Subjek.
b.Luas subjek dinyatakan masuk luas / lingkungan predikat.
Misalnya : “kucing itu binatng.” Dalam putusan ini dinyatakan bahwa ‘kucing’ dan ‘binatang’ itu merupakan satu subjek. Semua unsur dari isi pengertian ‘binatang’ terdapat didalam kucing; karena itu ‘kucing’termasuk lingkungan ‘bintang’ hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
S
kucing
lingkaran yang “memuat” semua kucing dinyatakan termasuk lingkaran binatang. Lingkaran yang memuat semua binatang lebih besar dari pada lingkaran kucing masih banyak binatang lainnya.

Putusan Negatif
Dalam putusan negative justru dinyatakan tidak ada kesatuan antara S dan P. S dan P dipisah-pisahkan, dikatakan tidak sama. mungkin S dan P itu dalam banyak hal kesamaan tetapi paling sedikit terdapat satu hal yang dinyatakan tidak sama misalnya kucing dan anjing meskipun banyak kesamaan namun harus dikatakan “kucing itu bukan anjing” atau ada kucing yang termasuk lingkungan anjing dan sebaliknya. Jika digambarkan: S = P

2.5 PENGGOLONGAN PUTUSAN MENURUT LUASNYA
Dalam sebuah isi predikat diterapkan pada subjek, dan luas subjek dimasukkan kedalam lingkungan predikat maka penting sekali kita memperhatikan apakah dikatakan tentang seluruh subjek, atau hanya sebagian saja, misalnya “orang desa itu kolot” apakah ini ditunjukkan pada semua orang desa? Atau tentang sebagian saja ? apakah semua orang dari semua orang desa itu kolot? Untuk menentukan benar atau salahnya ucapan seperti itu, perlu ditegaskan dahulu!
Pembagian term dalam universal, partikuler, dan singular. Hal ini sekarang kita terapkan pada putusan. Luas putusan ditentukan oleh luas subjeknya. Maka putusan dibedakan :
Singular = putusan yang subjeknyasinguler : jadi, jika predikat diakui atu di pungkiri hanya tentang satu hal yang ditunjukkan dengan jelas. Misalnya “beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Partikuler = putusan yang subjeknya partikuler: jadi, jika predikat diakui atau dipugnkiri tentang sebagian dari seluruh luas subyeknya. Misalnya : “beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Universal = putusan yang subyenya universal ; jadi, jika presikatnya diakui atau dipungkiri tentang seluruh luas subjeknya. Misalnya : “manusia itu makhluk berbidi”.
Ucupan-ucapan seperti orang bali pandai menari atau orang jerman suka menyayi disebut putusan-putusan umum. Dalam putusan ini dikatakan sesuatu yang pada umumnya benar, tetapi selalu mungkn ada perkecualiannaya. Putusan-putusan ini tidak salah (=tidak benar) kalau ada beberapa orang bali yang ternyata yang tidak pandai manari. Putusan-putusan umum ini termasuk putusan partikuler
 
Keputusan A-E-I-O
Menurut bentuk kata penghubungnya, putusan dibagi ke dalam putusan afirmatif dan negative.
Afirmatif = positif, meng-ia-kan,mengakui: S = P
Negatif = memungkiri,. Memisahkan, meniadakan : S # P
Menurut luasnya putusan dibagi menjadi : universal, partikuler, singular.
Jika kedua ini dikombinasikan, maka kita peroleh pambagian putusan yang dalam logika sangat terkenal, yang disebut putusan A-E-I-O.
Keputusan :
A = afirmatif dan universal
E = negative dan universal
I = afirmatif dan partikuler atau singular
O = negative dan partikuler atau singular
Contoh-contoh :
A.          Semua Mahasiswa lulus. Manusia adalah makhluk sosial. Besi itu logam

E.    Seorang pun tiada yang dapat menerangkan hal ini. Yang sudah lulus, tidak perlu menempuh ujian lagi.

I.             Ada serangga yang berbahaya. Banyak orang desa yang dewasa ini terpaksa menganggur. orang bali pandai menari

O.   Ada kucing yang tak makan tikus. Sementara orang tidak suka lagu pop. Banyak orang tidak cukup sadar akan tanggung jawab sosial mereka. 
 
Penggolongan putusan menurut isinya
Sekarang kita pelajari luas putusan, sekarang kita perhatikan isinya. Seperti halnya pada isi pengertian,maka disipun terdapat pertanyaan pokok yang harus kita ajukan di antaranya: apa sebenarnya yang dimaksud? Apa inti pokok yang hendak dikemukakan dalam putusan tersebut? Hal-hal apa yang hendak dihubungkan-hubungkan? Apakaah putusan itu benar? Mengapa? Atau mengapa tidak? Dapatkah dibuktikan? Bagaimana caranya? Apakah berdasarkan induksi atau deduksi? Apakah sudah pasti? Atas dasar apa? Dapatkah dicek kebenaranya? Caranya bagaimana? Pikirkan apa yang secara implicit terkandung di dalamnya?
 Pertanyaan-pertanyaan ini tidak selalu mudah dijawab. Bahkan ada kemungkinan tidak dapat dijawab! Namun harus tetap diajukan. Ini langkah mutlak untuk belajar berpikir dengan kritis dan logis. Sebagai bantuan untuk mempertajam daya pikiran, serta sebagai langkah pertama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, disini dikemukakan beberapa jenis putusan yang dibeda-bedakan dengan memperhatikan isi putusan.
Kita mulai dari beberapa contoh:
Selamet itu sehat. Nilai uang rupiah sekarang sudah mulai stabil lagi.
Meja ini tidak bundar.
Dalam putusan-putusan ini selslu ada dua hal yang di parsatukan.
Slamet=sehat. Nilai rupiah=stabil lagi. Meja#bundar.
Sebetulnya, yang kita lihat dan kita alami itu bukan dua hal, melainkan satu hal, yaitu slamet yang sehat itu. Nilai rupiah yang stabil lagi itu. Meja yang tidak bundar itu. Akan tetapi, cara kita berpikir adalah demikian: kita melihat keseluruhan dahulu-kemudian kita analisis, kita tangkap seakan-akan langkah demi langkah, aspek demi aspek, dengan cara demikian, kemudian kita banding-bandingkan, lalu menyelesaikan lagi, yaitu mempersatukan dalam putusan: ini adalah begini atau begitu.
Misalnya kita melihat Slamet. Sekarang ia dalam keadaan sehat-walafiat, tetapi dulu tidak: tahun lalu ia sakit. Tetapi sekarang ia sehat. Jadi, Slamet itu tidak mesti selalu sehat; ia bisa juga tidak sehat. Jadi, tak ada hubungan mutlak antara slamet dan sehat, maka kita akui hal ini dengan mangatakan: “Slamet=sehat”

Nilai uang sekarang sudah mulai stabil lagi. Secara implicit dikatakan bahwa nilai rupiah dulu tak stabil. Nilai uang itu tidak mesti stabil, tetapi mungkin juga stabil. Kalau nilai uang sekarang dapat disebut”stabil”, hal itu berdasarkan keadaan, fakta, atau pengalaman.
Meja ini tidak bundar. Jika kedua pengertian itu kita bandingkan, ternyata tidak ada hubungan mutlak. Menurut isi pengertian, “meja” dan “bundar” itu memang berlainan. Tetapi dapat di persatukan , karena tidak saling meniadakan. Maka jika dalam kenyataan terdapat serempak (ada meja yang memang bundar), akal kita membenarkan kesatuan dengan mengakui “meja ini bundar”. Tetapi jika dalam kenyataan keduanya tidak terdapat serempak, maka akal harus mengakui itu dan memutuskan bahwa “meja itu tidak bundar”.
Lain halnya, misalnya, dengan pengertian bundar dan persegi. Bila kita analisis arti pengertian bundar dan persegi, kita lihat bahwa kedua pengertian tidak mungkin dipersatukan, karena saling meniadakan. Maka dalam kenyataan juga keduanya tidak akan terdapat serempak. Kita lau mengakui ketidaksamaan itu dalam putusan “yang bundar itu tidak persegi” (bundar#persegi)
Ini semua dapat kita simpulkan dalam perincian putusan sebagai berikut:
PUTUSAN-ANALITIS-SINTESIS-FAKTA-PENDAPAT-OBJEKTIF-SUBJEKTIF

Putusan Analitis dan Putusan Sintesis
a)Putusan analitis adalah putusn yang di dalamnya predikat dipersatukan dengan subjek atas dasar analisis subjek (deduksi). Predikan menyebutkan secara eksplisit apa yang secara implicit sudah terkandung di dalam subjek itu.
~ Closed system statements- yang kebenarannya tidak perlu diperdebatkan atau dicocokan dengan fakta, karena kita tentukan sendiri.
~ Agreetment statements- yang benar karena sudah disetujui bersama. Semacam definisi atau perjanjian. Misalnya: satu meter=100cm; dalil-dalil ilmu pasti.
~ Apriori statements- yang sebelumnya sudah kita pastikan.
Contoh: manusia itu mutlak berbudi. Satu km itu 1000 meter. Yang persegi itu tidak bundar.

 b) Putusan sentesis adalah putusan yang di dalamnya predikat dipersatukan (disintesiskan) dengan subjek atas dasar pengalaman (empiris)-induksi-penyelidikan-fakta-observasi. Putusan ini juga disebut:
~ Putusan empiris (empiri=pengalaman) atau discovery statements- yang kebenaranya kita temukan atas dasar induksi dan pengalaman.
~ Open’system statements- yang mengenai dunia konkret yang kita alami setiap hari.
~ A posteriori statements- yang kebenarannya tidak dapat dipastikan sebelumnya, melaikan sesudahnya atas dasar pengalaman.
Contoh: Slamet itu sehat. Meja itu tidak bundar.
Kebanyakan putusan bersifat sintesis/empiris, yang benar atau salahnya dapat dicek dengan mencocokannya dengan fakta-fakta, pengalaman, atau kenyataan. Untuk pemikiran yang tepat, perbedaan antara kedua macam putusan ini perlu kita sadari. Tegasnya perlu dicek apakah suatu ucapan memang hendak mengatakan sesuatu tentang dunia konkret- atau hanya suatu definisi yang kebenarannya tidak perlu dipersoaslkan lagi. Caranya ialah dengan memperhatikan:
~ Putusan empiris dapat dicek dengan mencocokannya dengan kenyaataan atau fakta-fakta.
~ Putusan analitis hanya dapat dicek dengan menyelidiki aturan yang telah disetujui, atau isi pengertian S.
Dalam masyarakat seringkali kita mendengar ucapan-ucapan yang kelihatannya merupakan putusan-putusan empiris, tetapi kalau diselidiki lebih teliti ternyatan merupakan putusan-putusan analisis.
Contoh:
Menteri Anu mengatakan. “Semua orang berpandangan luas yang telah kami hubungi menyetujui usul kami.”

Ucapan ini nampaknya suatu putusan empiris yang kebenarannya dapat dicek dengan menanyakan kepada kepada orang-orang bersangkutan. Akan tetapi, kalau kita menanyakan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “berpandangan luas”  dan siapa-siapa yang di dalamnya, maka sangat mungkin bahwa menurut Menteri Anu salah satu syarat untuk disebut ‘berpandang luas” ialah “menyetujui usulnya itu” sehingga mereka yang tidak menyetujui usulnya itu, menurut Menteri Anu, tidak termasuk orang yang “berpandangan luas”.
Jika demikian halnya, maka ucapan Menteri Anu itu putusan analitis, yang kebenaranya sudah di tentukan sendiri sebelumnya, yaitu: “berpandangan luas=menyetujui”, dan “tidak menyetujui=tidak berpandangan luas”. Dan ucapan tentu “benar”, tidak dapat dibantah dengan menghubungi orang-orang yang tidak meyetujui usul menteri, sebab yang tudak menyetujui usulnya itu pasti disebut ‘tidak berpandangan luas.”
Contoh lain:
~ “Setiap orang yang mempunyai pikiran sehat akan menentang usaha baru itu.”
~ “Orang yang cinta tanah air dan pandai berpikir, tidak mungki menolak Repelita.”
~ “Treason do never prosper. What’s the reason? For if it prosper none dare call it treason.”
Ucapan-ucapan semacam ini sebenarnya hanya menyatakan semacam definisi yang dibuat oleh si pembicara sendiri (yang menentang=yang mempunyai pikiran sehat). Tetapi ini dikemukakan dalam bentuk suatu putusan yang kelihatannya empiris, sehingga lebih mengesankan, dan sukar dibantah.
Putusan-putusan semacam ini tidak memberitahukan sesuatu tentang dunia pengalaman nyata, melaikan hanya tentang pandangan pembicara.






Pernyataan tentang  ‘fakta’ dan tentang ‘pendapat
Putusan- putusan tentang dunia pengalaman kongkret (empiris) masih dapat kita perinci lebih lanjut. Untuk mengerti persoalan ini, kita bandingkan putusan kedua berikut:
a)         Amir memakai kaca mata.
b)         Amir itu sungguh tampan.
            Ucapan yang pertama adalah suatu pernyataan tentang fakta yang secara objektif dapat di selidiki  dan di cek kebenarannya. Ucapan kedua dapat di katakana suatu pernyataan tentang pendapat atau perasaan yang bersifat subjektif, yang sukar di buktikan secara objektif. Jika orang lain tidak menyetujui pendapat itu, ia paling-paling dapat mengemukakan pendapatnya sendiri yang berbeda. Karena itu akan lebih tepat kalau dikatakan ‘menurut pendapat kami ….’,menurut saya ….’Jadi kita bedakan:
A.                Pernyataan tentang fakta (statement of facts) – ialah putusan yang mengatakan sesuatu tentang  dunia nyata, dan yang benar  benar salah nya dapat dicek  dengan mencocokan dengan fakta.

B.                 Pernyataan tentang pendapat (statement of opinion) – ialah putusan yang memberikan keterangan tentang pendapat, perasaan, atau interpretasi seseorang, dan yang kebenarannya tidak ‘dijatuhkan’ apabila ada orang lain yang mengajukan pendapat lain.

            Dalam prakteknya seringkali sukar sekali untuk membedakan statement of facts dari statement of opinion, karena pernyataan tentang fakta kerapkali disertai dengan ucapan ‘saya rasa’ dan ‘saya kira’, sedangkan pernyataan pendapat subjektif dan kerapkali dikemukakan penuh keyakinan, seakan-akan pernyataan yang subjektif-objektifnya.

            Untuk menyelidiki sebuah putusan, sebaiknya selalu kita tanyakan:
Apakah kebenaran ucapan itu tidak dicek? Bagaimana caranya? Dapatkali dibantah? Dengan cara bagaimana?
Contoh:
            “Menurut saya buah ini lebih dari dua kilo beratnya.”
           
Benar atau salahnya ucapan ini dapat kita cek secara objektif dengan menimbangnya.
Kalau ternyata bahwa kurang dari dua kilo beratnya, ucapan itu adalah salah.
“Menurut saya, buah ini enak sekali rasanya.” Bagaimana caranya mengecek kebenaran ucapan ini? Apakah mesti kita cicipi sendiri? Kalau menurut pendapat saya buah ini sama sekali tidak enak, hal itu belum membuktikan bahwa pendapat orang lain itu pasti salah!
            Di sini yang dapat kita selidiki ialah ‘maksud pembicara’. Kalau maksudnya hanya menyatakan bahwa dia sendiri yang suka akan buah tersebut, maka tidak dapat dibantah. Tetapi kalau maksudnya mengatakan semua orang lain juga harus menyukai buah tersebut, maka ucapannya dapat dibantah. Pendapat Subjektif – Objektif
            Hal ini membawa kita pada perincian lebih lanjut lagi. Ucapan seseorang dapat menyatakan:
a)         Pendapat yang bersifat subjektif belaka – dalam hal ini tidak dapat dicek atau dibuktikan, hanya berdasarkan ‘rasa’ saja.
b)         Pendapat yang berdasarkan pertimbangan, penilaian, atau pandangan yang sedapat – dapatnya objektif – dalam hal ini ucapan tidak bersifat subjektif belaka, tetapi kebenaranya dapat di buktikan atau dicek atas dasar fakta – fakta (value judgement).
Contoh:
Pak guru memeriksa karangan murid – muridnya dan menilainya:
“Karangan si A itu lebih bagus dari karangan si B.”
Penilaianya ini tidak di dasarkan atas perasaan subjektif belaka, tetapi juga atas pertimbagan objektif, yaitu berdasarkan norma – norma yang menjadi pegangannya.

Putusan – putusan ‘umum’
Putusan – putusan seperti ‘ibu mencntai anaknya’ atau ’orang jerman suka menyanyi’  adalah putusan yang ‘pada umumnya’ memang benar, tetapi mungkin ada pengecualian juga. Putusan-putusan umum seperti ini termasuk putusan particular.
Hal ini perlu kita perhatikan! Sebab, kerapkali ditemukan perumusan yang ‘umum’ A = B yang sebenarnya berarti ‘ beberapa A = B’, tetapi di kemukakan seakan-akan ‘semua A = B’, Jika ini tidak disadari, maka pasti kita tarik kesimpulan yang salah.
Contoh:
Ada orang mengatakan ‘anak kota lebih pandai daripada anak desa’. Sebaiknya ada orang mengatakan ‘anak desa lebih pandai daripada anak kota’. Kedua belah pihak dapat bercekcok terus tanpa mencapai penyelesaiannya, karena masing-masing pihak hanya mengajukan conoh yang cocok dengan pendapatnya sendiri. Jika putusan ini kita rumuskan sebagai berikut:
      “semua anak kota lebih pandai daripada anak desa,” maka jelas bahwa perumusan ini sukar di pertahankan atau dibuktikan. Atau jika dikatakan “rata-rata anak kota lebih pandai daripada anak desa’, inipun sukar dibuktikan. Untuk menentukan benar atau salahnya ucapan ini di perlukan penyelidikan ilmiah (statistik).
Dewasa ini ilmu-ilmu pengetahuan tertarik pada penyelidikan –penyelidikan semacam ini (ilmu jawa, ekonomi, sosiologi dan sebagainya). Pengalaman membuktikan bahwa orang itu berbeda-beda, sehingga sukar untuk mengatakan bahwa’semua A itu B’. Maka perumusan yang di pakai ialah: ‘Ada kecenderungan pada A untuk bersitat B’, atau ‘A cenderung menjadi B’. Hal ini berarti: belum tentu bahwa semua, selalu, atau setiap
A = B, dan belum tentu juga bahwa yang bukan A itu bukan B.
jadi, putusan-putusan umum dapat di rumuskan sebagai suatu kecenderungan yang berarti: Beberapa A = B (particular). Akan tetapi, benar-tidaknya ucapan-ucapan itu,atau tidaknya kecenderungan itu masih harus dibuktikan (dengan bantuan statistik). Ini menyangkut pula soal penggolongan: siapa yang termasuk ‘anak desa’, siapa ‘anak kota’, apa ukurannya untuk ’kepandaian’, dan sebagainya. apabila terbukti bahwa, misalnya,70% dari orang-orang yang diselidiki itu menunjukan sifat tertentu, dapat di tarik kesimpulan bahwa “A cenderung bersifat B”. Sekarang coba sendiri menganalisis ucapan ini: ‘orang kurus lekas marah’, dan ‘orang gemuk itu bersifat ramah-tamah’.


0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. morooy - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger